Sejak zaman VOC, Bandung dikenal sebagai daerah yang subur. Di sinilah melimpah hasil komoditas ekspor, terutama kopi. Kopi yang sudah dipanen dengan sistem tanam paksa, akan diangkut dari Bandung (Priangan) ke pelabuhan terdekat, saat itu Batavia (Jakarta). Untuk mempermudah pengangkutan ini, pemerintah Hindia-Belanda membangun jaringan kereta api dari Bogor – Bandung – Cicalengka.
Namun, sebelumnya jalur kereta api Jakarta – Bogor sudah lebih dulu dibangun oleh perusahaan kereta api swasta milik Belanda, Nederlansch Indische Spoorweg Maatshappij (NISM) pada tahun 1873. Rute KA Bogor – Bandung – Cicalengka adalah jaringan KA pertama milik pemerintah yang dibangun oleh perusaaan Staatssporwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah.
Stasiun ini rampung pada 16 Mei 1884 dan langsung dioperasikan keesokan harinya. Pada tahun 1928, SS kembali merenovasi Stasiun Bandung secara besar-besaran dan dikonsep dengan desain yang lebih modern. Pada renovasi ini, stasiun membuat penerangan listrik yang baru. Kemudian pada tahun 1939, SS menambahkan atap beton sebagai perpanjangan atap yang sudah ada.
Kini, stasiun yang berada di ketinggian +709 mdpl ini berada di bawah pengelolaan Daerah Operasi (DAOP) II Bandung. Selain ditetapkan sebagai stasiun KA kelas besar tertinggi di Indonesia, Stasiun Bandung juga ditetapkan sebagai bangunan cagar budarya yang terdaftar pada Peraturan Daerah Kota Bandung berdasarkan perda Nomor 19 Tahun 2009.